Kami merekap 48 saham bank di IDX dari laporan keuangan kuartal III/2025, serta menggunakan 7 metriks yang bisa menggambarkan pertumbuhan berkualitas. Lalu, siapa yang berada di peringkat 1-3?
JAKARTA – Saham sektor perbankan memang dalam siklus yang tidak terlalu bagus dalam 1,5 tahun terakhir. Tren penurunan suku bunga dari level tinggi menimbulkan asumsi perlambatan ekonomi yang terjadi hingga ada faktor eksternal. Meski begitu, ada 3 bank yang dinilai memiliki performa bertumbuh berkualitas meski secara sektoral lagi kurang oke.
CEO dan Founder Mikirduit Surya Rianto mengatakan kami mengelaborasi 48 saham bank yang sudah listing di IDX (termasuk Superbank IDX: SUPA yang baru IPO pada 17 Desember 2025). Dari situ, kami menggunakan indikator pertumbuhan kinerja keuangan secara laba-rugi dan pendapatan bunga bersih, hingga kualitas pertumbuhan dari segi rasio kredit bermasalah, tren net interest margin (NIM), cost to income ratio (CIR), dan pertumbuhan kredit.
“Ketujuh metriks ini diharapkan bisa memberikan gambaran saham bank yang memiliki pertumbuhan secara fundamental yang paling agresif, tapi tetap berkualitas. Meski, dalam eksekusinya, kami menyarankan untuk investor menganalisis lagi risiko likuiditas, valuasi, dan prospek secara lebih mendetail,” ujarnya dalam keterangan resmi pada 17 Desember 2025.
Secara spesial, edisi rating sektor saham part 1 yang membahas sektor perbankan ini masih menggunakan laporan keuangan kuartal III/2025, yang nantinya akan diperbarui ketika laporan tahunan 2025 sudah rilis.
Dari total 48 saham, kami akan spill 3 besar saham bank yang termasuk memiliki kinerja terbaik sepanjang 2025. Menariknya, 3 bank teratas ini berasal dari bisnis bank digital.
Surya mengatakan, 3 bank teratas dengan skor peringkat tertinggi ini adalah bank digital. Kinerja bank digital memang berlawanan dengan bank tradisional karena mereka terus berkonsolidasi sejak 2021 hingga saat ini. “Lalu, pada 2024-2025 menjadi momentum turnaround para bank digital menjalankan bisnis selayaknya bank dengan tingkat loan to deposit ratio yang sudah di bawah 100 persen [Kecuali BBSI], bukan dari suntikan modal. Serta, permasalahan rasio kredit bermasalah di masa lalu yang perlahan selesai sehingga kondisi NPL membaik,” ujarnya.
Berikut ini ulasan ke-3 saham bank dengan peringkat pertumbuhan kinerja terbesar, serta kualitas pertumbuhan yang positif.
Saham Allo Bank (BBHI)
Untuk posisi ketiga ada saham BBHI yang dimiliki oleh CT Corp bersama Salim dan BUKA. BBHI mencatatkan poin dari kinerja kuartal III/2025 sebesar 277.
BBHI mencatatkan rapor hijau dari segala indikator, kecuali NPL net yang mencatatkan rapor kuning. (bukan hal buruk dan cenderung netral).
Jika melihat rasio keuangannya, BBHI sudah mulai normalisasi menjadi bank dengan tingkat LDR sudah di bawah 100 persen. Meski catatannya, tingkat NPL gross (baru bukan bawaan Bank Harda) mencatatkan kenaikan menjadi 1,52 persen dibandingkan 0,55 persen. Kenaikan ini selaras dengan ekspansi kredit yang tumbuh 13,39 persen menjadi Rp8,47 triliun.
Dari segi kinerja laba bersih, BBHI mencatatkan kenaikan 25 persen menjadi Rp379 miliar. Kenaikan kinerja BBHI bisa dibilang agresif yang normal mengingat pendapatan bunga bersih naik 28 persen menjadi Rp1 triliun, sedangkan pencadangan naik 410 persen menjadi Rp274 miliar.
Adapun, kinerja BBHI hingga November 2025 menunjukkan perlambatan dibandingkan dengan September 2025. Laba bersih BBHI hanya tumbuh 21,47 persen menjadi Rp447 miliar, sedangkan pendapatan bunga tumbuh 28,9 persen menjadi Rp1,3 triliun. Dari segi pencadangan naik 328 persen menjadi Rp367 miliar.
Krom Bank (BBSI)
BBSI menjadi bank dengan pertumbuhan kinerja paling agresif dan berkualitas kedua sepanjang kuartal III/2025 dengan poin sebesar 289. BBSI mencatatkan hampir seluruhnya dengan rapor hijau kecuali NPL gross dan laba bersih.
Jika dilihat, dari segi pertumbuhan kredit cukup agresif dengan adanya kenaikan 87 persen menjadi Rp7,96 triliun. Anomali pertumbuhan kredit itu didorong optimalisasi suntikan dana right issue (hal itu terlihat dari LDR masih di atas 100 persen).
Dari pertumbuhan kredit yang agresif itu, BBSI mencatatkan pendapatan bunga bersih naik 87,14 persen menjadi Rp1,26 triliun. Namun, laba bersihnya hanya tumbuh 17,7 persen menjadi Rp126 miliar.
Kami menilai, hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti:
Adanya kenaikan pencadangan sebesar 117 persen menjadi Rp902 miliar
Tingkat beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) perseroan yang naik menjadi 89 persen dibandingkan dengan 81 persen pada periode sebelumnya
Sementara itu, tingkat NPL gross perseroan sekitar 2,64 persen. Posisi NPL gross ini sudah membaik dibandingkan dengan sebelumnya 2,7 persen. Lalu, untuk NPL net-nya masih cukup baik hanya 0,1 persen dan mengalami penurunan dari sebelumnya 0,24 persen.
Untuk NIM terlihat sangat besar, yakni mencapai 20 persen selaras dengan karakter bank digital yang memberikan kredit dengan bunga kredit dalam berbagai bentuk.
Kinerja BBSI per Oktober 2025 juga mulai mengalami perlambatan dari segi laba bersih yang hanya tumbuh 10,92 persen menjadi Rp133 miliar. Meski, pendapatan bunga bersih tumbuh 88,64 persen menjadi Rp1,46 triliun. Faktornya sama seperti yang kami paparkan sebelumnya, salah satunya adanya kenaikan pencadangan 120 persen menjadi Rp1,05 triliun.
Bank Jago (ARTO)
ARTO menjadi bank dengan tingkat ekspansi dan kualitas kinerja dengan poin tertinggi sepanjang kuartal III/2025. Satu-satunya rapor kuning ARTO hanya ada di CIR yang masih sekitar 58 persen.
Secara kinerja per kuartal III/2025, ARTO mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 32 persen menjadi Rp23,46 triliun. Dari pertumbuhan kredit itu, ARTO mampu me-maintain-nya dengan pendapatan bunga bersih tumbuh 64 persen menjadi Rp1,77 triliun.
Lalu, dengan kondisi pencadangan ARTO naik 267 persen menjadi Rp623 miliar, perseroan masih mampu mendorong laba bersih naik 131 persen menjadi Rp199 miliar.
Dari segi rasio keuangan, tingkat NPL ARTO juga ter-maintain dengan baik. NPL gross memang naik menjadi 0,38 persen dibandingkan dengan 0,23 persen, tapi masih di bawah 1 persen. Begitu juga dengan NPL net yang sebesar 0,04 persen.
Sementara itu, NIM ARTO sekitar 8,31 persen yang lebih tinggi dari periode sama pada tahun sebelumnya sekitar 7,1 persen. Walaupun, tingkat NIM itu masih di bawah rata-rata karakter bank digital.
Sementara itu, jika dilihat dari kinerja bulanan per Oktober 2025, laba bersih ARTO agak melambat jadi hanya tumbuh 124 persen menjadi Rp223 miliar. Meski, pertumbuhan pendapatan bunga bersih lebih agresif dengan naik 65 persen menjadi Rp2 triliun dan pencadangan naik lebih lambat hanya 261 persen menjadi Rp705 miliar.
Artikel ini juga tayang di VRITIMES
